LPPA Kab. Magelang
Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh.
Pandemi Covid-19 menimbulkan banyak kepanikan di masyarakat. Masyarakat kelompok bawah merasa khawatir lantaran pendapatannya menurun tajam. Kelompok menengah harap-harap cemas menghadapi pengurangan pegawai atau kebijakan pengurangan pendapatan karena berkurangnya pemasukan. Sedangkan para pemilik perusahaan dilanda kebingungan dalam membayarkan karyawan karena penurunan permintaan pasar. Semuanya terimbas, dan berada dalam situasi yang tidak mengenakkan.
Kondisi tersebut masih diperparah dengan sempat melambungnya harga alat-alat kesehatan yang diperlukan di masa pandemi. Harga handsanitizer yang awalnya hanya belasan hingga puluhan ribu bisa melambung ratusan persen hingga menyentuh angka yang tidak terprediksi. Kelangkaan masker juga menjadi banyak sorotan lantaran banyaknya permintaan masyarakat. Belum lagi kebutuhan-kebutuhan lain yang tetap harus dibeli tanpa peduli turunnya penghasilan. Semua permasalahan tersebut sangat berimbas pada kepanikan dan berdampak pada kondisi psikologi seseorang.
Sebuah survey yang dilakukan di China selama outbreak menemukan bahwa 53,8% responden mengalami efek psikologi selama outbreak dalam tingkat sedang atau berat; 16,5% dikabarkan mengalami gejala depresi tingkat sedang hingga berat; 28.8% dilaporkan mengalami gejala kecemasan tingkat sedang hingga berat dan 8.1% sampel mengalami stress tingkat sedang hingga berat (Cyrus SH Ho, et al, Articel in Press: 1). Tingginya hal tersebut meng-indikasikan bahwa Covid-19 tidak hanya memberikan efek pada cara kerja otak manusia. Kepanikan dan berbagai efek psikologi tersebut mengindikasikan bahwa pikiran adalah satu komponen yang juga perlu mendapat perhatian selama adanya pandemi Covid-19.
Prof Iwan Gardono Sujatmiko Sosiolog yang juga Guru Besar Sosiologi Politik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Indonesia (UI), mengatakan bahwa dalam menghadapi penyebaran virus ini dibutuhkan kewaspadaan seluruh masyarakat, bukan kepanikan. Karena sejatinya virus Corona ini bukanlah azab, tetapi merupakan musibah dan ujian untuk meneguhkan solidaritas, saling membantu dan gotong royong (Republika, http://m.republika.co.id/ akses 28 April 2020. Di tengah situasi sekarang kita memang perlu waspada terhadap persebaran virus Covid-19. Namun kewaspadaan itu seyogyanya tidak sampai ke level panik yang bisa berakibat buruk bagi diri seseorang.
Dalam menghadapi Covid-19 ada beberapa langkah yang diambil pemerintah. Hal tersebut terlihat dari adanya kebijakan mengenai penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Permenkes ini merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 atau Covid-19 (Kompas.com, http://amp.kompas.com/nasional/ akses 2 Mei 2020). Dalam Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ini kegiatan-kegiatan yang bersifat mengumpulkan orang banyak ditangguhkan
Selain penetapan aturan tersebut ada juga himbauan untuk melakukan physical distancing atau menjaga jarak minimal satu meter dengan orang lainnya. Hal tersebut dilakukan untuk menekan persebaran Covid-19. Himbauan lain yang dilakukan adalah memakai masker saat di luar ruangan serta rajin mencuci tangan atau menggunakan handsanitizer untuk membunuh kuman. Semuanya adalah langkah-langkah prefentif yang bisa dilakukan untuk menekan persebaran virus Covid-19.
TETAP TENANG MENGHADAPI COVID-19
Dr. Martina mengatakan kepada Metro bahwa sangat mungkin banyak orang mengembangkan gejala yang mirip virus Corona, hanya karena kecemasan. Banyaknya informasi yang menjelaskan bahwa Covid-19 menyebabkan individu merasa cemas yang berlebih, kecemasan terhadap kematian yang berlebih akan menimbulkan gangguan fungsi emosional seperti neurotisma, depresi dan gangguan psikosomatis (Terisa Novita Indana Zulva, Makalah, 2020: 2-3). Saat seseorang mengalami cemas dan panik hal itu membuat seseorang menerka-nerka dan membayangkan yang tidak-tidak. Apa aku kena Corona ya? Kok jadi sesak nafas seperti ini, jangan-jangan aku positif Covid? Kalau misal aku kena Covid-19 terus mati bagaimana? Pertanyaan-pertanyaan dan kecemasan tersebut membuat seseorang cenderung menerka-nerka dan menghubung-hubungkan sesuatu yang dialaminya dengan tanda-tanda penyakit yang disebutkan. Padahal self diagnosis ini tidak selalu benar karena hanya dilandasi ilmu kira-kira.
Dalam perspektif neurosains, serangan kepanikan adalah sebuah ekspresi dari sebuah pengulangan, yang diindikasikan dengan protective membran di pikiran robek. Itu memicu gejala yang didukung oleh interaksi secara terus menerus antara psyche dan soma, yang menghubungkan pada sebuah micro-delusion (terbatas dalam waktu dan ruang dan terhubung ke objek, tempat atau pikiran tertentu) yang memiliki asal usul dalam isolasi dan kegelisahan. Respon neurovergatif yang tela ditentukan secara biologis, pada gilirannya, memompa konstruksi traumatik dalam imajinasi yang menentukan peran dari datangnya kecemasan kepada tubuh (somatic terror) (Eric J. Nestler, http://dana.org/article/ akses 2 Mei 2020). Kepanikan ini mempunyai dampak yang kurang baik pada tubuh.
Martina juga mengatakan kepada Metro, serangan panik dapat dengan mudah disalahartikan sebagai permulaan virus Corona. Berdasarkan kajian tersebut diharapkan setiap individu tetap tenang dalam menghadapi situasi tersebut, karena Covid-19 juga menyerang imun tubuh, jika seseorang cemas berlebihan dan mengidap gejala psikosomatis kemudian direspon dengan panik dan semakin berpikiran negatif, bisa saja Covid-19 benar akan menyerangnya karena imunnya yang melemah (Terisa Novita Indana Zulva, Makalah, 2020: 2-3). Kecemasan maupun kepanikan bisa membuat daya tahan tubuh seseorang menjadi menurun, hal tersebut justru merugikan karena membuat kita lebih rentan tertular. Dengan panik maupun cemas kita tidak hanya mengalami kelelahan secara psikis namun juga rentan sakit secara fisik.
Dalam kajian pemikiran Islam, salah satu tokoh yang berpengaruh di bidang kesehatan adalah Ibnu Sina. Ibnu Sina atau Dunia barat mengenalnya dengan nama Avicena adalah seorang pakar kedokteran modern yang tumbuh dan besar di Timur Tengah. Beliau pernah mengatakan bahwa kepanikan adalah separuh penyakit, ketenangan adalah separuh obat dan kesabaran adalah permulaan kesembuhan. Melihat kondisi dunia saat ini, sepertinya kata-kata dari Ibnu Sina tersebut patut untuk direnungkan bersama (Sholehuddin Al-Fatih, Radar Malang). Tiga tips menjaga diri agar tetap sehat jasmani rohani atau segera sembuh dari sakit menurut Ibnu Sina sebagaimana dikutip oleh Musthofa Husni dalam kitabnya berjudul ‘Isy Allahzah sebagai berikut:
Pertama, الوهم نصف الداء (Kepanikan adalah separuh penyakit). Kepanikan merupakan separuh penyakit berlaku pula di masa persebaran Virus Covid-19. Sebagaimana dijelaskan oleh Dr. Martina diatas, kepanikan bisa menurunkan imunitas tubuh seseorang. Karenanya penting untuk kembali merefleksikan mengenai konsep dalam Islam mengenai takdir dan ikhtiar. Dalam pemahaman agama Islam, kematian adalah sesuatu yang sudah digariskan oleh Tuhan. Tidak bisa dimajukan maupun dimundurkan. Apabila seseorang belum ditakdirkan meninggal, ia akan tetap hidup sekalipun penyebaran virus Covid-19 semakin mengkhawatirkan. Namun yang perlu digarisbawahi disini, dalam Islam juga ada konsep ikhtiar atau usaha sungguh-sungguh. Di masa sekarang ikhtiar itu bisa diwujudkan dengan mentaati prosedur kesehatan yang berlaku dengan tetap menaati aturan guna menekan penyebaran virus Covid-19. Dengan memahami konsep takdir dan ikhtiar secara holistik, seseorang bisa menghindarkan diri dari virus Covid-19 tanpa merasa panik.
Kedua, والاطمئنان نصف الدواء (Ketenangan adalah separuh obat). Ibnu Sina menekankan perlunya orang memiliki ketenangan baik dalam keadaan sakit maupun sehat. Dalam keadaan sehat orang yang memiliki ketenangan jiwa tidak mudah terserang oleh berbagai-penyakit jasmani dan rohani sebab ketenangan itu sendiri merupakan benteng sehingga memiliki imunitas yang kuat. Guna mencari ketenangan, Islam sudah mengajarkan mengenai pentingnya dzikir dan mengingat Allah. Hal tersebut banyak dibahas dalam Al Qur’an dan As Sunnah. Melalui pendekatan diri kepada Allah, kita bisa lebih tenang menghadapi berupa-rupa cobaan, tak terkecuali persebaran virus Covid-19 di masa sekarang.
Ketiga, والصبر أول خطوات الشفاء (Kesabaran adalah awal dari kesembuhan). Bagi Pasien Dalam Pengawasan (PDP) virus Covid-19, protokol yang dilakukan adalah isolasi. Orang yang positif terkena virus Covid-19 harus dirawat di ruangan yang terpisah dengan pasien berbeda. Jika di rumah sakit, maka ia ditempatkan di ruangan isolasi tersendiri. Sedangkan apabila diminta menjalani isolasi mandiri, maka ia diminta mengurangi interaksi bersama orang-orang lainnya. Pada saat isolasi ini, pasien juga menjalani perawatan oleh tenaga medis yang berwenang guna mempercepat kesembuhan. Seseorang yang mempunyai kesabaran dan mau menaati aturan serta prosedur yang berlaku akan lebih mungkin survive sehingga bisa meningkatkan peluang kesembuhan.
Virus Covid-19 memberikan dampak yang banyak bagi masyarakat. Hal tersebut terlihat dari imbas di bidang perekonomian maupun tingginya harga-harga barang yang dibutuhkan. Meski harus tetap waspada dalam menghadapi Covid-19, kita tidak boleh lantas panik. Ibnu Sina salah satu tokoh Islam yang tekenal akan keilmuannya dibidang kedokteran memiliki tiga nasehat menarik yang relevan dalam menghadapi pandemi sekarang. Kalimat tersebut berbunyi: kepanikan adalah separuh penyakit, ketenangan adalah separuh obat dan kesabaran adalah permulaan kesembuhan. Ketiga nasehat tersebut sangat selaras dengan spirit dalam agama Islam dan relevan dengan anjuran untuk menekan persebaran virus Covid-19.
Di samping ikhtiar secara fisik tidak kalah pentingnya adalah setiap ikhtiar tersebut selalu diiringi dengan do’a, karena yang terjadi di dunia ini semua atas izin Alloh Swt. Robb Yang Maha Kuasa. Dan jika orang tua kita masih ada mintalah do’a kedua orang tua karena do’a tersebut Istijabah.
Dari Anas bin Malik radhiallahu'anhu, Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda:
ثلاثُ دَعَواتٍ لا تُرَدُّ : دعوةُ الوالدِ ، و دعوةُ الصائمِ ، و دعوةُ المسافرِ
"Ada tiga doa yang tidak tertolak: [1] doa orang tua (kepada anaknya) [2] orang orang yang berpuasa [3] doa orang yang sedang safar" (HR. Al Baihaqi dalam Sunan-nya no. 6619, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah).
Dalam riwayat lain :
ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَا شَكَّ فِيهِنَّ : دَعْوَةُ الْمَظْلُومِ ، وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ ، وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ عَلَى وَلَدِه
"Ada tiga doa yang mustajab tanpa diragukan lagi: [1] doa orang yang terzalimi [2] doa orang yang sedang safar [3] doa orang tua kepada anaknya" (HR. At Tirmidzi no. 1905, dihasankan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi).
Hadits ini menunjukkan doa orang tua kepada anaknya itu mustajab. Baik doa ayah maupun doa ibu. Namun doa ibu lebih mustajab lagi. Al Munawi rahimahullah menjelaskan:
( ودعوة الوالد لولده ) لأنه صحيح الشفقة عليه ، كثير الإيثار له على نفسه ، فلما صحت شفقته : استجيبت دعوته ، ولم يذكر الوالدة مع أن آكدية حقها تؤذن بأقربية دعائها إلى الإجابة من الوالد ؛ لأنه معلوم بالأولى
"[doa orang tua kepada anaknya] diijabah karena rasa sayang orang tua yang tulus kepada anaknya, dan orang tua banyak mendahulukan anaknya daripada dirinya sendiri. Sehingga kita doa disertai rasa sayang yang tulus, mengakibatkan dikabulkan doanya.
Dalam hadits ini tidak disebutkan lafadz "al walidah" (ibu) padahal ibu lebih ditekankan lagi haknya dan lebih besar kemungkinan dikabulkan doanya daripada ayah, ini dikarena keutamaan ibu sudah ma'lum (diketahui semua orang)" (Faidhul Qadir, 3/301).
Yang perlu kita camkan setelah mengetahui ini:
* Carilah doa kebaikan dari orang tua anda
* Berusahalah agar orang tua tidak mendoakan keburukan pada anda
* Doakan kebaikan bagi anak-anak anda
* Tahan lisan dari doa keburukan terhadap anak-anak anda
Demikian yang dapat kami sampaikan, ada kurang dan lebihnya mohon maaf. Semoga bermanfaat.
Wassalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh.
SUMBER:
Catrin Sohrabi, dkk “World Health Organization Declares Global Emergency: A review of the 2019 novel coronavirus (Covid-19)” International Journal of Surgery 76 (2020)
Cyrus SH Ho, dkk, “Mental Health Strategies to Combat the Psychological Impact of Covid-19 Beyond Paranoia and Panic” Articel in Press
Republika, Masyarakat Diminta tak Panik Hadapi Corona di http://m.republika.co.id/amp/q7e1k5291
Eric J. Nestler, Don’t Panic: How Stressful Situation Affect the Brain di http://dana.org/article/dont-panic-how-stressful-situations-affect-the-brain/
G. Kampf, dkk “Persistence of coronaviruses on inanimate surface and their inactivation with biocidal agents” Journal of Hospital Infection 104 (2020)
Kompas.com, Bagaimana Ketentuan Penetapan dan Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar? Di http://amp.kompas.com/nasional/read/2020/04/06/11581701/bagaimana-ketentuan-penetapan-dan-pelaksanaan-pembatasan-sosial-berskala
Sholehuddin Al-Fatih, Jangan Panik Hadapi Covid-19. Malang: Radar Malang
Terisa Novita Indana Zulva, Covid-19 dan Kecenderungan Psikosomatis. Tanpa Penerbit: 2020